Pulang kampung.
Moment ini sangat ku tunggu, berbulan-bulan lamanya.
Dengan menyisihkan beberapa lembar kertas, hasil memotong sedikit uang gaji tiap bulan untuk sekedar ongkos jalan dan ongkos jajan.
Ini perjalanan yang menyenangkan sekaligus bisa menjadi perjalanan yang membosankan.
Tak terlalu muluk keinginan... Aku ingin bertemu IBU.
Kangenku, meski kalo aku sudah disana sudah tentu ku akan mendapat pertanyaan sekaligus wejangan
"Kapan hem, arep omah-omah meneh"....
Aku maklumi, dia Ibu ku, bagaimanapun sayangnya pada anak dengan cara yang unik.
Perjalanan kali ini, ketiban sangat-sangat membosankan.
Terjebak macet hampir 5 jam, huhhh... seumur-umur pulang kampung ini rekor terlama macet dijalan. Bukan karena ban bocor apalagi mesin mogok.
Sebenarnya ini lagu lama kampung kami "perbaikan jalan", dimana-mana sepanjang jalan menuju kampung tercinta, jalan penuh lubang, tambal sana sini, tutup kanan lewat kiri, buka tutup bergantian lewat....wis pokoke mantab tenan antriane.
Tak cuma satu tempat, bertempat-tempat ada dimana-mana.
Bagus juga sich proyeknya, "perbaikan jalan", tapi jika seperti ini tiap tahun mendekati lebaran baru di perbaiki, yah kasihanlah pengguna jalan. Macet 5 jam, ck-ck-ck sudah layak bak kota metropolitan macam jakarta saja yang setiap hari katanya macet.
Yeah,...semoga bertambah baik desa ini.
Baru sehari di kampung, saya sudah disambut meriah oleh PLN, "mati lampu".
Hari ketiga, disambut hujan deras yang mengguyur, disertai angin yang kencang, menambah suasana kampung kian sepi, dingin.
Aku bersyukur mendapati hujan disini.
Asal kalian tahu kampungku menyimpan berjuta misteri tentang air....hehehe agak lebay.
Pasalnya disini jika musim kemarau panasnya poll, keringnya tak ketulungan, air menjadi barang yang sensitif.
Tak percaya?
Kau boleh coba, bertandang lah ke kampungku, kemudian ijin ke kamar mandi, mandilah dengan sepuasmu menggunakan air kamar mandi layaknya kamu mandi dirumah,... wah sudah tentu kau akan masuk daftar tamu tak tahu sopan.
Atau pengalamanku ...
Suatu hari disuatu sore yang panas dan berdebu, ku niatkan untuk berbaik hati menyiram jalan agar pengguna jalan yang lewat senang.
Eeee... bukan senang, seorang Ibu dengan tegas menyayangkan kegiatanku tadi dengan sebuah perkataan " mbak, jangan buang-buang air di jalan, eman-eman air kok dibuang".
Aku bengong tak mampu menjawab, selain kata ibu tak sopan menjawab orang tua yang sedang menasehati.
Lebih pada ini air sisa mencuci baju, daripada dibuang ke selokan kan lebih baik dibuang dijalan...aku bengong.
Ini tak hanya sekali dua kali, beberapa kali ku kena tegur ibu-ibu yang lewat.
Haduh...!!! akhirnya kuputuskan demi menjaga kesenangan dan kenyamanan bersama, kegiatan guyur mengguyur, buang membuang air tak pernah kulakukan.
Kembali ke topik awal.
Pulang kampung.
Ini lebih pada diriku yang tak tahu harus kemana pulang, selain ke kampung halaman.
Beranjang sana dengan kawan lama.
Bersilaturahim ke beberapa kerabat.
Dan paling mentok tinggal di rumah, membantu bersih-bersih Ibu.
Suasana kampung kini dan dulu sudah sangat jauh beda.
Ketika ku sempatkan mengobrol dengan teman lama, dia nyletuk "kesuksesan itu bisa dilihat dari bagaimana dia membangun rumah".
Aku nyengir lebih tepatnya kecut, bagaimana lah dia sedang giat-giatnya membangun rumah untuk menunjukkan bukti bahwa dia orang sukses, sedang lawan bicaranya "aku" yang notabene seorang kontraktor alias anak kos, belum mampu menunjukkan arti kesuksesan yang ia maksud.
" bukan begitu, kamu setuju khan". ( lanjutnya )
Aku tertawa__________lebih pada tak sepakat_ red
Posting Komentar