Tut...tutttt
Naik kereta api
Pagi cerah melingkup desa, Kradenan. Menjinjing tas, berisikan panganan ala snack anak-anak. Riang gembira, celoteh mereka mengiring pagi menuju stasiun. Sudah tak sabaran, mencoba si Thomas ala Indonesia.
Ada yang berbeda. Ini pengalaman yang tak sama bagi saya terakhir 4 tahun yang lampau saya berkendara dengan kereta api. Mulai dari ...
Membeli tiket, tak harus di stasiun berada, dengan peningkatan pelayanan mutu, PT kereta api mulai berbenah dengan bekerjasama dengan beberapa pihak di antaranya Indomart. Membelinya pun, berbeda ketika dulu terakhir saya membeli. Tunjukkan kartu identitas, bayar. Untuk anak usia diatas 2 tahun sudah dikenai biaya yang sama dengan orang dewasa.
Hari ini, serembongan kami sekeluarga, sebelas orang menunggu di halaman stasiun Kradenan. Sesambil menanti urusan karcis. Menuju ke Bojonegoro.
Pukul 09.00 pagi, kereta melaju ke arah kami. Kami bersiap menyongsongnya.
Huuup,...!!!
Di luar dugaan, perkiraan dan perhitungan saya.
Kereta ini penuh sesak. Alamat, tak enak duluan hati ini.
Belum penuh melaju menuju stasiun berikutnya, sudah terdengar tangis pecah.
Di susul satu demi satu tangis yang lain.
Wajar sajalah, di keliling saya empat balita. Untung tak berlangsung lama.
Beruntung tadi pagi, hunting ke pasar membeli mainan "tiup balon", yang sepanjang perjalanan dapat sedikit melupakan mereka tentang kepenatan berdesak-desakan dengan penumpang.
Kami sudah macam "wisata" saja atau jika didramatisir macam penonton sepakbola tak mampu bayar tiket, duduk beralaskan sandal jepit diantara barang bawaan.
Hiks...inilah kesedihanku sedari dulu jika naik kereta api, bayar sama, fasilitas jomplang.
Hingga kadang jika kumat jengkelku, aku selalu bertanya-tanya...
Bagaimana sich kerjanya pihak kereta api, penumpang dah penuh kok ya terus dijejal-jejal ?
Ya, harusnya kan dah ada catatan penjualan hari itu untuk satu kereta api.
Ahh...kita lupakan urusan mereka.
Berada di gerbong kedua, hal terasyik yang dapat dinikmati anak-anak adalah pemandangan yang kami intip dipinggir pintu masuk. Sawah, sungai, rumah, jalan dan beberapa stasiun. Mulai dari Stasiun doplang, Randublatung, Cepu, ( saya lupa), berakhir di Bojonegoro.
Jika dahulu, di setiap kereta berhenti pintu terbuka, pedagang asongan hilir mudik menjajakan aneka jualan.
Jangan!!! diharap, kini tak ada lagi pemandangan itu.
Atau jikalau dulu petugas pengecek karcis, bapak-bapak berkumis tebal.
Jangan kaget! sekarang PT Kereta api memang sudah mengadakan reboisasi besar-besaran dalam tubuhnya. Bapak berkumis tebal, mungkin dah menikmati pensiunan. Berganti kini, anak muda berpakaian dinas putih biru. Tak tanggung-tanggung petugas pengeceknya tak cukup satu, empat sampai dengan enam. Kerennn. Petugas asongannya pun berganti. Jika dihitung "mungkin" ya ada sekitar 12 lebih lah petugas yang standby dalam satu kereta. Itu hitung kasar saya saja. Bisa malah lebih banyak.
Pun walau senang juga dengan pemandangan yang bersih dari penjual asongan, sejatinya saya merindukan masa-masa menikmati "sego pecel" khas penjual kereta api.
Saya lupa berapa jarak sini ke sana. Antara Kradenan dan Bojonegoro. Yang jelas tertera dalam karcis yang sekarang berada ditangan, lebih mirip struk pembayaran listrik itu nominal angka Rp 28.000,00 per kepala.
Jika dibandingkan dahulu dulu sekali, biaya ini naik berlipat-lipat. Tak apalah, weekend bersama keluarga, sekali-kali jalan-jalan cari pengalaman naik kereta api.
Tut...tutttt
Naik kereta api
Posting Komentar