NOSTALGIA bersama BUKU

Senin, 09 September 2013 0 comments


“Suatu ketika saya pernah ditegur seorang guru, karena menenteng buku kemana-mana serta membacanya dengan terbalik”.

Bukan!!! Bukan.
Bukan karena saya pandai membaca buku dengan terbalik, apalagi sulap. Ini benar adanya, saya belum mampu membaca. Memegang saja masih salah. Saat itu kelas 3 SD. Jika dahulu guru saya belajar tentang anak berkebutuhan khusus tentunya saya sudah masuk katagori anak berkesulitan belajar membaca. Karena hampir kelas 1 sampai dengan kelas 5, saya belum mampu membaca lancar. Kok bisa!

Iya. Aku juga mempertanyakan hal itu. Padahal jika kalian tahu, bapak ku guru, ibuku ibu rumah tangga. Terus hubungannya....Ya,...seharusnya khan anak guru dengan ibu dirumah perhatian ke anak tentang pendidikan jadi lebih. Nyatanya! ...nyatanya setelah saya masuk kuliah, rahasia itu mulai tersingkap dengan perlahan-lahan. 

Setiap anak itu unik. Ini saya dapatkan waktu kuliah. Begitupun, saya mendapati diri ini ternyata sangat UNIK. Seperti yang saya ungkapkan diawal kata, saya suka membawa buku kemana-mana, membacanya sambil terbalik, tak peduli orang bilang apa, yang penting aku suka. Dengan kebiasaan aneh itu, aku mulai menyukai membaca, mengenal cerita lewat gambar, mengeja huruf dengan terbata-bata. Menyendiri di ruang perpustakaan, yang terletak disamping ruang guru. Tidak membaca, hanya senang melihat, meraba buku-buku dirak yang terjajar rapi, sambil membayangkan aku bisa membacanya.

Apa tidak ada yang mengajari? Adalah ketiga kakakku yang rajin mengajari aku untuk belajar. Namun, kesabaran mereka harus diuji untuk mengajari aku, adiknya yang tak bisa-bisa. Nilai nol sudah menjadi langganan, hingga kakakku malu sendiri mempunyai adik sepertiku (Hiks). 

Dan keajaiban itu datang. Kelas 5, semangat belajar yang tak pernah kumiliki sebelumnya, tumbuh dengan sendirinya, saat semua anggota keluarga putus asa dengan kemampuanku yang mengenaskan. Nilai raport yang dulu peringkat 2 dari bawah, meningkat masuk 10 besar dari 36 murid. Begitu seterusnya hingga nilai UAN ku menduduki peringkat yang bagus, cukup masuk sekolah negeri favorit di kecamatan (haha...segitu bangganya, baru masuk sekolah kecamatan).

Masuk SMP, saya mempunyai teman yang sama-sama menyukai buku. Bedanya sekarang saya sudah pandai membaca, ya!. Dan seperti yang kalian ketahui aktivitas membaca sebenarnya tak bisa dilepas dari kesukaan menulis (Hmmmm...bisa iya, bisa tidak). Dalam kasus saya ini ternyata, iya. Saya juga menyukai menulis. 

Menulis cerita pendek tentang cerita cinta remaja ( ciee...). Padahal...pacaran aja kagak. Begitulah cerita ini kubuat karena pada saat itu aku menyukaiseseorang (Oooo...ternyata). Wajar, kale...remaja gitu. Saat emosi meletup-letup, gejolak hormon keremajaannya berubah. Untung, saat itu aku suka menulis. 

2 buku tulis dengan ketebalan 36 lembar berisi cerita bertuliskan tanganku. Setiap tiga hari sekali, kami ( aku dan seorang teman) bertukar buku, bertukar cerita yang kami tulis, sebelum kami bagikan ke teman-teman yang dengan suka rela mau membaca cerita kami. (Adakah yang masih ingat dengan cerita yang kubuat??? ... kayaknya kagak. Wong setelah saya baca ulang, saat ini ceritanya lucu buanget, jauh dari katagori layak baca, selain EYD yang kacau, ceritanya juga tak beralur_haha_ berarti teman-temanku dulu suka apanya, ya?. Positif thinking saja lah, mereka pasti suka tulisan tanganku yang rapi,...pede.com.

Khayalanku tentang perpustakaan.
Dengan memelas, kuminta kepada bapak membuatkan aku sebuah rak buku dikamar. Akan kuisi, rak tersebut dengan aneka buku _pikirku saat itu. Tapi. Ternyata tak mudah mewujudkan itu, keterbatasan kemampuan finansial, jumlah toko buku (seingatku hanya ada 1 toko buku di kota kabupaten saat itu) serta jarak tempuh mempengaruhi semua impian itu untuk segera terwujud. Untuk membeli buku di butuhkan jarak tempuh 28 km dari rumah, naik bis (45 menit) dan uang yang memadai (harga mahal, untuk kantong siswa SMA dengan menyisakan uang jajan setiap hari).

Maka. Saat saya dapat kuliah di Jogja. Yang kata orang adalah kota pendidikan. Kota buku. Banyak orang pinter. Banyak sekolah dan toko buku tumpah ruah disini. Dan memang benar. Setiap bulan mendapatkan uang jatah dari orangtua. Saya punya trik tersendiri untuk membeli buku. Salah satunya membuat alokasi anggaran setiap bulan untuk membeli buku. Targetnya, 1 bulan 1 buku. Tak hanya 1 buku, bahkan aku dapat membeli 5 buku sekaligus dengan anggaran itu, jika moment pameran buku diadakan. 

Saat sudah berkeluarga, kebutuhan itu ternyata juga tak bisa kulepas. Masih terus ku anggarkan. Dulu. Saat awal berkeluarga, saat kebutuhan belum banyak-banyaknya (belum untuk susu si kecil), belanja buku bisa mencapai 250 ribu (woow...buat kami sangat besar) tapi yaa...itu apapun kami lakukan untuk kecintaan pada buku.
Saat ini, saat kebutuhan tak lagi selonggar dahulu, membeli dan menganggarkan kebutuhan untuk membeli buku ternyata masih saja tak bisa kulepas. Meski intensitasnya tak lagi satu bulan. 

Adalah kemarin. Mengisi libur akhir pekan bersama anak-anak. Kami mendatangi pameran buku. Harapannya, menumbuhkan kecintaan pada anak untuk membaca dan menyenangi buku. Betul. Gila ku pada buku, kumat. Melihat buku, sedemikian banyak dengan harga obral mulai dari harga Rp 2000,00 sampai yang diskon 70 %. 
Novel diobral Rp 10.000,00. Majalah baru edisi lama, buku mewarnai anak obral sepuluh ribu tiga. 
Wawawawa......tahan...tahan...TAHAN!!!!. 
Pilih, pilih yang perlu!!!  (begitu bisik perang batinku). 
Dengan uang anggaran 100 ribu, hasil tabungan 3,5 bulan. Akhirnya, setelah menyingkirkan banyak kandidat buku pilihan hati, aku mendapatkan 7 buku novel dan buku motivasi. 4 buku mewarnai dan 4 puzzle. 

Hahhh ....lega. Rasanya puas, menenteng buku tebal ini, sepuas dengan yang kurasakan saat SD dulu dapat menenteng kemana-mana buku bacaan. 

Kapan bacanya? Itu nanti. Kebiasaan membaca dapat saya lakukan dimanapun, kecuali di WC dan tempat berair lainnya ( khan ada tuh orang yang hoby baca di WC atau kolam renang). Sambil nunggu antrian, nunggu bis, nunggu anak-anak bermain, jam istirahat, waktu – waktu yang kuhabiskan dengan buku. Seperti sudah menjadi barang wajib ada, 2 sampai 3 buku didalam tas menemani sebuah mushaf kecil.

Semangat membacaku kian naik, dari sebelumnya. Bekerja di sebuah lembaga pendidikan di Jogja, yang memberi reward kepada semua peminjam buku ter_rajin, berupa mug, payung, tas, pensil dll. Sudah gratis pinjam, dapat hadiah lagi. Siapa yang gak mau!

Mengakhiri tulisan ini. Saya ingin memberi motivasi kepada diri saya sendiri dan kalian yang sudi mau membaca tulisan ini, “IQRO” bacalah. Dengan banyak membaca, pikiran kita akan bertambah luas. Wawasan kita akan dunia diluar sana semakin terbuka. “Mari budayakan gemar membaca” (Iklan layanan masyarakat).  
#tulisan suka-suka HEMA#

Yogyakarta_10 Sept 2013_00.55 WIB
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. My Note's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger