“Suatu ketika saya pernah ditegur
seorang guru, karena menenteng buku kemana-mana serta membacanya dengan
terbalik”.
Bukan!!!
Bukan.
Bukan
karena saya pandai membaca buku dengan terbalik, apalagi sulap. Ini benar
adanya, saya belum mampu membaca. Memegang saja masih salah. Saat itu kelas 3
SD. Jika dahulu guru saya belajar tentang anak berkebutuhan khusus tentunya
saya sudah masuk katagori anak berkesulitan belajar membaca. Karena hampir
kelas 1 sampai dengan kelas 5, saya belum mampu membaca lancar. Kok bisa!
Iya.
Aku juga mempertanyakan hal itu. Padahal jika kalian tahu, bapak ku guru, ibuku
ibu rumah tangga. Terus hubungannya....Ya,...seharusnya khan anak guru dengan ibu
dirumah perhatian ke anak tentang pendidikan jadi lebih. Nyatanya! ...nyatanya
setelah saya masuk kuliah, rahasia itu mulai tersingkap dengan perlahan-lahan.
Setiap
anak itu unik. Ini saya dapatkan waktu kuliah. Begitupun, saya mendapati diri
ini ternyata sangat UNIK. Seperti yang saya ungkapkan diawal kata, saya suka
membawa buku kemana-mana, membacanya sambil terbalik, tak peduli orang bilang
apa, yang penting aku suka. Dengan kebiasaan aneh itu, aku mulai menyukai
membaca, mengenal cerita lewat gambar, mengeja huruf dengan terbata-bata.
Menyendiri di ruang perpustakaan, yang terletak disamping ruang guru. Tidak
membaca, hanya senang melihat, meraba buku-buku dirak yang terjajar rapi,
sambil membayangkan aku bisa membacanya.
Apa
tidak ada yang mengajari? Adalah ketiga kakakku yang rajin mengajari aku untuk
belajar. Namun, kesabaran mereka harus diuji untuk mengajari aku, adiknya yang
tak bisa-bisa. Nilai nol sudah menjadi langganan, hingga kakakku malu sendiri
mempunyai adik sepertiku (Hiks).
Dan
keajaiban itu datang. Kelas 5, semangat belajar yang tak pernah kumiliki
sebelumnya, tumbuh dengan sendirinya, saat semua anggota keluarga putus asa
dengan kemampuanku yang mengenaskan. Nilai raport yang dulu peringkat 2 dari
bawah, meningkat masuk 10 besar dari 36 murid. Begitu seterusnya hingga nilai
UAN ku menduduki peringkat yang bagus, cukup masuk sekolah negeri favorit di
kecamatan (haha...segitu bangganya, baru masuk sekolah kecamatan).
Masuk
SMP, saya mempunyai teman yang sama-sama menyukai buku. Bedanya sekarang saya
sudah pandai membaca, ya!. Dan seperti yang kalian ketahui aktivitas membaca
sebenarnya tak bisa dilepas dari kesukaan menulis (Hmmmm...bisa iya, bisa
tidak). Dalam kasus saya ini ternyata, iya. Saya juga menyukai menulis.
Menulis
cerita pendek tentang cerita cinta remaja ( ciee...). Padahal...pacaran aja
kagak. Begitulah cerita ini kubuat karena pada saat itu aku menyukaiseseorang (Oooo...ternyata). Wajar, kale...remaja gitu. Saat emosi meletup-letup,
gejolak hormon keremajaannya berubah. Untung, saat itu aku suka menulis.
2
buku tulis dengan ketebalan 36 lembar berisi cerita bertuliskan tanganku.
Setiap tiga hari sekali, kami ( aku dan seorang teman) bertukar buku, bertukar
cerita yang kami tulis, sebelum kami bagikan ke teman-teman yang dengan suka
rela mau membaca cerita kami. (Adakah yang masih ingat dengan cerita yang
kubuat??? ... kayaknya kagak. Wong setelah saya baca ulang, saat ini ceritanya
lucu buanget, jauh dari katagori layak baca, selain EYD yang kacau, ceritanya
juga tak beralur_haha_ berarti teman-temanku dulu suka apanya, ya?. Positif
thinking saja lah, mereka pasti suka tulisan tanganku yang rapi,...pede.com.
Khayalanku
tentang perpustakaan.
Dengan
memelas, kuminta kepada bapak membuatkan aku sebuah rak buku dikamar. Akan
kuisi, rak tersebut dengan aneka buku _pikirku saat itu. Tapi. Ternyata tak
mudah mewujudkan itu, keterbatasan kemampuan finansial, jumlah toko buku
(seingatku hanya ada 1 toko buku di kota kabupaten saat itu) serta jarak tempuh
mempengaruhi semua impian itu untuk segera terwujud. Untuk membeli buku di
butuhkan jarak tempuh 28 km dari rumah, naik bis (45 menit) dan uang yang
memadai (harga mahal, untuk kantong siswa SMA dengan menyisakan uang jajan
setiap hari).
Maka.
Saat saya dapat kuliah di Jogja. Yang kata orang adalah kota pendidikan. Kota
buku. Banyak orang pinter. Banyak sekolah dan toko buku tumpah ruah disini. Dan
memang benar. Setiap bulan mendapatkan uang jatah dari orangtua. Saya punya
trik tersendiri untuk membeli buku. Salah satunya membuat alokasi anggaran
setiap bulan untuk membeli buku. Targetnya, 1 bulan 1 buku. Tak hanya 1 buku,
bahkan aku dapat membeli 5 buku sekaligus dengan anggaran itu, jika moment
pameran buku diadakan.
Saat
sudah berkeluarga, kebutuhan itu ternyata juga tak bisa kulepas. Masih terus ku
anggarkan. Dulu. Saat awal berkeluarga, saat kebutuhan belum banyak-banyaknya
(belum untuk susu si kecil), belanja buku bisa mencapai 250 ribu (woow...buat
kami sangat besar) tapi yaa...itu apapun kami lakukan untuk kecintaan pada
buku.
Saat
ini, saat kebutuhan tak lagi selonggar dahulu, membeli dan menganggarkan
kebutuhan untuk membeli buku ternyata masih saja tak bisa kulepas. Meski intensitasnya tak
lagi satu bulan.
Adalah
kemarin. Mengisi libur akhir pekan bersama anak-anak. Kami mendatangi pameran
buku. Harapannya, menumbuhkan kecintaan pada anak untuk membaca dan menyenangi
buku. Betul. Gila ku pada buku, kumat. Melihat buku, sedemikian banyak dengan
harga obral mulai dari harga Rp 2000,00 sampai yang diskon 70 %.
Novel diobral
Rp 10.000,00. Majalah baru edisi lama, buku mewarnai anak obral sepuluh ribu
tiga.
Wawawawa......tahan...tahan...TAHAN!!!!.
Pilih, pilih yang perlu!!! (begitu bisik
perang batinku).
Dengan uang anggaran 100 ribu, hasil tabungan 3,5 bulan. Akhirnya, setelah menyingkirkan banyak kandidat buku pilihan hati, aku mendapatkan 7 buku novel dan buku motivasi. 4 buku mewarnai dan 4 puzzle.
Dengan uang anggaran 100 ribu, hasil tabungan 3,5 bulan. Akhirnya, setelah menyingkirkan banyak kandidat buku pilihan hati, aku mendapatkan 7 buku novel dan buku motivasi. 4 buku mewarnai dan 4 puzzle.
Hahhh
....lega. Rasanya puas, menenteng buku tebal ini, sepuas dengan yang kurasakan
saat SD dulu dapat menenteng kemana-mana buku bacaan.
Kapan bacanya? Itu nanti.
Kebiasaan membaca dapat saya lakukan dimanapun, kecuali di WC dan tempat berair
lainnya ( khan ada tuh orang yang hoby baca di WC atau kolam renang). Sambil
nunggu antrian, nunggu bis, nunggu anak-anak bermain, jam istirahat, waktu –
waktu yang kuhabiskan dengan buku. Seperti sudah menjadi barang wajib ada, 2
sampai 3 buku didalam tas menemani sebuah mushaf kecil.
Semangat
membacaku kian naik, dari sebelumnya. Bekerja di sebuah lembaga pendidikan di
Jogja, yang memberi reward kepada semua peminjam buku ter_rajin, berupa mug, payung, tas,
pensil dll. Sudah gratis pinjam, dapat hadiah lagi. Siapa yang gak mau!
Mengakhiri tulisan ini. Saya ingin memberi motivasi kepada diri saya
sendiri dan kalian yang sudi mau membaca tulisan ini, “IQRO” bacalah. Dengan
banyak membaca, pikiran kita akan bertambah luas. Wawasan kita akan dunia
diluar sana semakin terbuka. “Mari budayakan gemar membaca” (Iklan layanan
masyarakat).
#tulisan
suka-suka HEMA#
Yogyakarta_10 Sept 2013_00.55 WIB
Posting Komentar