Bersiap-siap sudah kulakukan, pukul 06.00 pagi. Kuhadang
dirinya dipinggir jalan. Berdiri mematung, mata melotot, sesekali masih sempat
melihat jam. Menunggu adalah pekerjaan yang paling membosankan. Mungkin!! tidak
bagi beberapa orang yang sedang “wuyung”.
Satu dari pengobat rindu adalah bertemu. Maka dalam rangka bertemu itu saya melakukan perjalanan ini.
Satu dari pengobat rindu adalah bertemu. Maka dalam rangka bertemu itu saya melakukan perjalanan ini.
Di ujung jalan menanjak, kulihat adi sumarno meluncur dengan kecepatan sedang.
Ku lambaikan tangan kiri, tanda aku disini mau naik. Tak jua berhenti, dia tak
mengindahkanku yang telah menunggunya satu jam. Ku putar jalan sedikit,
beberapa meter dari tempatku semula. Dan, Langsung jaya datang memberiku
tumpangan pagi ini.
Perjalanan Yogyakarta – Solo, berhenti diTerminal Tirtonadi.
Terminal yang sempat tenar dengan lagunya Didi kempot kini sedang dalam
renovasi pembangunan. Terminal ini juga banyak mengingatkan ku beberapa
kejadian yang pernah singgah dalam hidupku. Terutama copet, preman dan
teman-temannya. Meski bukan jalan melawan mereka, setidaknya ini aman bagi saya
melewati terminal ini, segepok receh sudah ada dalam kantong.
Tiba-tiba terdengar bunyi perut keroncongan. Ooops,…..itu
dari perutku. Berjalan sambil awas melihat keatas, mencari tulisan “Purwodadi”.
Dan masih diujung sana dekat dengan pintu keluar, lumayan.
Sepi, itu pukul 08.00, ku bawa kaki ini menuju warung
didepan tulisan “Purwodadi”. Di warung itu telah berdiri dengan rapi 2 mas-mas
(karena masih muda, kupanggil mas-mas), warung belum ada pembeli. Ku sodorkan 1
cup mie dan botol kosong 500ml yang kuambil dari dalam tas. Kupesan air panas
dan air dingin. Sambil tersenyum setelah melayani pesanan saya yang simple itu,
mas pemilik warung yang baik hati itu
tak mau ku beri uang alias GRATIS. Alhamdulillah, dijaman edan dan tempat
sarang preman seperti ini masih ada yang baik hati.
Sambil tersenyum mengucap terima kasih, cup mie panas dengan
harumnya kuah soto kubawa naik kedalam bis RELA yang baru saja datang. Benar!!
Belum meluncur jauh dari terminal 3 orang berpakaian serba hitam salah satunya
membawa alat semacam rebana, menyanyi lagu 5 baris milik Kangen Band. Nyanyiannya
selesai, tangan kekar disodorkan kearahku. Karena lama, sambil memegang mie dan
cari-cari dikantong, tangan kekar itu sudah berubah wujud jempol kuku yang
tajam yang diarahkan ke leherku. Glekkk… meski aku pernah belajar ilmu bela
diri, aku juga punya rasa ngerii kalo lihat ancaman seperti ini,…..
Terminal Purwodadi, pukul 11.30 menjelang siang. Dalam
beberapa kesempatan menunggu bis, aku
senang mengamati banyak karakter orang lewat pekerjaannya. Penjaga peron,
penjaga toilet, pedagang asongan, penyapu bis, sampai calo bis. Tapi hari ini
saya sedang malas untuk bertanya-tanya kepada pedagang asongan yang sedari tadi
ada didekatku menjajakan makanan, maaf bukan tidak menghargai kesusahan mereka
mencari uang, namun beberapa kali saya tertipu di terminal karena membeli makanan.
Sehingga dengan banyak alasan ini dan itu saya senang membawa bekal sendiri dan
jika mau membeli oleh-oleh lebih baik saya beli diluar terminal.
Posting Komentar