koordinasi dulu |
Piknik atau dalam
bahasa lain yang sama artinya wisata, mulai dari TK sampai SMU, diakhir
semester atau ketika momen libur panjang mereka para pihak sekolah sering
mengadakan kunjungan wisata kebeberapa daerah yang
dianggap layak untuk dijadikan tema wisata.
Bagi saya anak desa
dengan banyak saudara momen piknik menjadi sangat jarang kami ikuti, selain
kami harus berbagi (uang dan kesempatan ) dengan
saudara kami. Ayah kami menanamkan rasa keadilan sehingga meski kami tidak
mengikuti piknik, kami tetap mendapatkan uang “kompensasi” sebesar biaya piknik.
(mungkin ini alasan kuat saya tak pernah ikut piknik, hihi)
Kebayang ketika SD,
kami 5 bersaudara, saya anak keempat. Kakak sulung kenaikan SMU ingin melanjutkan kuliah, kakak
nomor dua piknik ke Bali, kakak nomor tiga piknik ke Jakarta, dan saya kelas 6
akan piknik ke Yogyakarta. Jika harus menuruti semua keinginan kami anaknya,
yang pasti gaji Ayah tak akan cukup. Maka seperti biasa rapat kecil diadakan,
setelah sedikit “sentilan, sentilun” kata lain dari petuah orangtua kami
dengar. Saya sebagai anak keempat dan masih banyak kesempatan tidak mengikuti
piknik ke Yogyakarta, sebagai kompensasi saya mendapatkan uang sebesar biaya
piknik. Yang saya ingat, uang dibelikan ibu untuk membeli baju
seragam masuk SMP, tas, sepatu
baru dan beberapa peralatan tulis.
Memasuki piknik kelas
3 SMP, ke Jakarta. Saya dengan sadar langsung mengajukan diri kepada Ayah tidak
akan mengikuti. Karena saya tahu akan dapat uang kompensasi. Uang sebesar biaya
piknik saya gunakan untuk
membeli beberapa buku di Purwodadi, jaraknya sekitar 28 km dari rumah, tentunya
ketika beli saya minta diantar ayah.
Bali. Tujuan wisata
yang akan diadakan di SMU kami. Mungkin memang bukan hobi saya piknik, atau
karena sudah terdoktrin di otak kalo piknik itu gak enak ( saya tipe pemabuk
jika sudah berada didalam angkota umum). Maka jauh-jauh hari saya sudah absen
tidak mengikuti piknik, saya punya rencana dengan uang kompensasi yang lumayan
besar dari Ayah.
Ya,….. saya ingin
membeli sepeda baru dengan uang itu. “Sepeda baru” dengan uang 250 ribu??? Baru
buat saya. Saya ajak Ayah ke pasar Kuwu, tempat para pedagang menjual sepeda
seken (bekas), Alhamdulillah, sepeda jengki “RRC Phonix” hitam (merek sepeda
yang katanya bagus, gitu) sudah menjadi milikku, masih ada sisa beberapa lembar
uang puluhan ribu, saya belikan Buku kamus Bahasa Inggris.
Dan ini dia sejarah
dalam hidupku mengikuti piknik sekolah. Piknik Yogyakarta tahun 2002 merupakan
piknik saya yang pertama kali dalam bangku sekolah bersama teman-teman. Setelah
sebelum-sebelum nya saya tidak pernah mengikuti event yang selalu diadakan
pihak sekolah tersebut. Selain karena piknik ini ajang perpisahan kelas 3 IPA 1, saya lebih
tertarik dengan nama Yogyakarta itu sendiri, ada maksud lain yang terpendam
beberapa tahun yang lalu.
###
Liburan kenaikan kelas 2 SMA, saya merengek kepada
ayah untuk pindah sekolah di jogjakarta. Dengan alasan A, B dan C akhirnya
orangtuaku merelakanku untuk pergi kejogja mencari sekolah disana. Sekolah
berbasis agama saya cari, setelah berkendaraan ke pesantren 1, 2 dan 3 akhirnya
pilihan jatuh pada salah satu sekolah. Seminggu berada di jogja membuatku
sangat bahagia sambil terus berandai-andai kelas 2 nanti aku sudah sekolah di
pesantren ini.
Pulang, saya bersemangat bercerita dan mantap dengan pilihan sekolah A. Bukan ayah jika tidak unik dallam menggambil keputusan. Pilihan sekolah dijogja harus saya pendam, orangtua ku tak setuju jika aku harus mengulang satu tahun ke belakang. Ngambek seminggu.
Dan saat ada moment piknik ke jogja, semangat saya bermimpi dapat bersekolah dikota pendidikan kembali muncul.
Pulang, saya bersemangat bercerita dan mantap dengan pilihan sekolah A. Bukan ayah jika tidak unik dallam menggambil keputusan. Pilihan sekolah dijogja harus saya pendam, orangtua ku tak setuju jika aku harus mengulang satu tahun ke belakang. Ngambek seminggu.
Dan saat ada moment piknik ke jogja, semangat saya bermimpi dapat bersekolah dikota pendidikan kembali muncul.
Kembali ke piknik.
Karena minimnya pengalaman piknik mengunjungi tempat - tempat wisata. Saya dan beberapa teman saling bergandengan tangan setelah sebelumnya mampir shalat Maghrib dan Isak dahulu dimasjid dekat parkiran (tertinggal dengan rombongan). Kami bergegas menuju jalan tempat penjualan aneka Souvenir di Jalan Malioboro.
Tak seperti yang diceritakan kawan-kawan kami di bus tentang malioboro, kami berjalan terus berjalan mencari tempat para pedagang berjualan. Setelah kurang lebih 2 jam berjalan kami harus berkumpul kembali didekat bus. Kami berjalan kelelahan (usut punya usut kami nyasar jalan ke alun-alun) dengan tangan hampa, muka kusut, bau kecut.
Karena minimnya pengalaman piknik mengunjungi tempat - tempat wisata. Saya dan beberapa teman saling bergandengan tangan setelah sebelumnya mampir shalat Maghrib dan Isak dahulu dimasjid dekat parkiran (tertinggal dengan rombongan). Kami bergegas menuju jalan tempat penjualan aneka Souvenir di Jalan Malioboro.
Tak seperti yang diceritakan kawan-kawan kami di bus tentang malioboro, kami berjalan terus berjalan mencari tempat para pedagang berjualan. Setelah kurang lebih 2 jam berjalan kami harus berkumpul kembali didekat bus. Kami berjalan kelelahan (usut punya usut kami nyasar jalan ke alun-alun) dengan tangan hampa, muka kusut, bau kecut.
Malam itu di
jogjakarta .... adalah malam tak terlupakan karena rasa malu bertanya sesat di
jalan ..... ( Untuk teman-temanku SMA 1 Kradenan, khusus yang pernah nyasar bareng
‘Mbak eti, Umami, Siti, ari Pramono dan Nurwachid.
Posting Komentar