CERPEN#2

Minggu, 02 Juni 2013 0 comments


 

Semua cerita dalam cerpen ini fiksi, jika ada kesamaan, maka itu kebetulan belaka

SALAMAH dan ABDULLAH

Salamah membuka matanya, berat. Dimana dia?? Semua serba putih. Cairan infuse bergelantung disisi kiri tersambung pada tangan kirinya. Disudut kamar terlihat kawannya terduduk menahan kantuk yang tak tertahankan. Pukul 00.15. Dia hanya ingat belum sholat maghrib dan Isak.

Dia mendesah lirih sambil berusaha menguatkan diri untuk bangun, sia-sia. Semua sendi tubuhnya seperti dipaku. Apa  yang telah terjadi?? Dia terus bertanya. Tak tega dia menatap wajah lelah kawannya, entah sudah berapa lama ia terduduk tidur disana.

Dengan sisa tenaganya ia bertayamum, mengqosor dua shalat yang ia belum kerjakan.


Dalam lelapnya

Salamah berjalan disepanjang padang gersang, terseok-seok kehausan. Sebuah nama ia panggil. Dihamparan pasir tanpa batas terlihat oase, mata air jernih, gemerciknya terdengar. Salamah tak mampu mencapainya, dia terduduk haus dan lelah. Sesosok pria yang ia kenal menghampiri dan memapahnya, mendekat. Mata air jernih telah menghilangkan dahaga Salamah. Laki-laki didekatnya tersenyum. Untuk kesekian kali, Salamah terisak dalam tangisnya…

“Aku ikut,….aku ikut ….aku “.

Salamah terbangun. Masih menyisakan bulir-bulir air dikedua pipinya. Hanya mimpi, hanya mimpi gumam Salamah. Pukul 04.00. Masih tersisa waktu untuk beberapa rakaat terakhir.


Diruang bercat putih, seorang dokter masuk. Suaranya sedikit berat, memecah

kesunyian didalam ruangan bercat putih “Tindakan operasi akan kami laksanakan, tenangkan hati ibu. Serahkan semua pada Allah, semoga diberi yang terbaik”.

Salamah mengangguk, mengelus perutnya yang membuncit, kandungannya baru berumur 6 bulan.


Salamah mulai mengingat. Sore itu. Hujan deras mengguyur kota Solo. Dia dan suaminya hendak membeli perlengkapan melahirkan anak pertamanya. Sebuah motor dari sisi kanan tiba-tiba menyenggol spion kanan motor yang dia tumpangi. Oleng karena licin jalan, motor terpelanting.

Gelap!! Salamah tak ingat lagi dengan apa yang terjadi.

Ahh!! Dimana Abdullah, suaminya? Kepada sang dokter dia bertanya, kepada sang kawan ia bertanya, kepada semua yang datang ia tanya.

Semua membisu. Baru, sebuah kata terucap “suamimu baik-baik saja, diruang sebelah. Dia  istirahat.” Seorang kawan memecah keheningan dan sekaligus mententramkan hati Salamah.

Kelegaan memenuhi ruang hati Salamah. Kini dia siap berjuang, bayi pertamanya

akan dengan terpaksa dikeluarkan, tak ada pilihan dipertahankan.

Bismillah. Hati Salamah mantap.


Untuk kedua kalinya. Salamah bermimpi. Terseok-seok mengejar laki-laki dihadapanya. “Tunggu, aku ikut,….aku ikut”, suara Salamah kepada laki-laki dihadapanya.

Laki-laki itu membalas dengan senyuman, dia menggeleng dan berkata sebuah ucapan yang tak dimengerti Salamah, “Pulanglah, tugasmu masih banyak”.

Salamah terbangun. Hanya mimpi,…hanya mimpi. Pukul 02.45. terdengar suara kokok ayam. Dia tunaikan beberapa rakaat dipenghujung malam, berdoa untuk kebaikan dunia akhirat. Ditutup dengan do’a untuk putranya yang terlahir premature dan untuk kesembuhan suaminya.


Pagi yang cerah meliputi Rumah sakit Kustati, Solo. Berkumpulah semua keluarga Salamah, kawan dan saudara. Dia tak melihat suaminya, Abdullah. Ini hari yang membahagiakan, setelah seminggu berada diruang penuh dengan obat, Salamah bisa bernafas dengan lega dia akan pulang bersama putranya.

Seorang kawan meraih bayi merah dalam gendongan Salamah dengan  lembut. “Salamah, maafkan kami telah menyembunyikan ini darimu. Putramu telah menjadi yatim sebelum dia mampu menghirup udara dunia. Maafkan kami harus menyembunyikan ini darimu, engkau ikhlas. Abdullah sudah tenang disisi Nya dengan senyum”.

Senyum riang Salamah pudar, berganti isak tangis tak terdengar. Seperti tahu apa

yang terjadi, bayi merah itu pun menangis menyisakan sesak didada para kawan dan saudara.

Salamah mengangguk, ikhlas.

Dia teringat sebuah do’a yang pernah ia dengar dari Abdullah saat dahulu membaca kisah keluarga nabi Muhammad SAW dan sahabatnya. Doa yang pernah ia diskusikan bersama suaminya. Jika suatu ketika dari kita meninggal dahulu, salamah ingin tak akan menikah sampai ajal menjemput.

“aku pernah mendengar bahwa jika seorang istri yang mendapatkan kematian suaminya, dan suaminya itu termasuk ahli surga dan wanita itupun termasuk ahli surga, kemudian ia tak menikah lagi sepeninggal suaminya, maka Allah akan menyatukan kembali mereka disurga.”

Namun sang suami meminta janjinya, dan membacakan do’a ini.

”sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada Nya kami kembali!

Ya, Allah berilah aku hikmah atas musibah yang kualami dan berilah aku yang lebih baik sebagai penggantinya.


 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. My Note's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger