Semua cerita dalam cerpen ini fiksi, jika ada kesamaan, maka itu
kebetulan belaka
SALAMAH
dan ABDULLAH
Salamah membuka matanya, berat. Dimana dia??
Semua serba putih. Cairan infuse bergelantung disisi kiri tersambung pada
tangan kirinya. Disudut kamar terlihat kawannya terduduk menahan kantuk yang
tak tertahankan. Pukul 00.15. Dia hanya ingat belum sholat maghrib dan Isak.
Dia mendesah lirih sambil berusaha
menguatkan diri untuk bangun, sia-sia. Semua sendi tubuhnya seperti dipaku.
Apa yang telah terjadi?? Dia terus
bertanya. Tak tega dia menatap wajah lelah kawannya, entah sudah berapa lama ia
terduduk tidur disana.
Dengan sisa tenaganya ia bertayamum,
mengqosor dua shalat yang ia belum kerjakan.
…
Dalam lelapnya
Salamah berjalan disepanjang padang gersang,
terseok-seok kehausan. Sebuah nama ia panggil. Dihamparan pasir tanpa batas
terlihat oase, mata air jernih, gemerciknya terdengar. Salamah tak mampu
mencapainya, dia terduduk haus dan lelah. Sesosok pria yang ia kenal
menghampiri dan memapahnya, mendekat. Mata air jernih telah menghilangkan
dahaga Salamah. Laki-laki didekatnya tersenyum. Untuk kesekian kali, Salamah
terisak dalam tangisnya…
“Aku ikut,….aku ikut ….aku “.
Salamah terbangun. Masih menyisakan
bulir-bulir air dikedua pipinya. Hanya mimpi, hanya mimpi gumam Salamah. Pukul
04.00. Masih tersisa waktu untuk beberapa rakaat terakhir.
…
Diruang bercat putih, seorang dokter masuk.
Suaranya sedikit berat, memecah
kesunyian didalam ruangan bercat putih
“Tindakan operasi akan kami laksanakan, tenangkan hati ibu. Serahkan semua pada
Allah, semoga diberi yang terbaik”.
Salamah mengangguk, mengelus perutnya yang
membuncit, kandungannya baru berumur 6 bulan.
…
Salamah mulai mengingat. Sore itu. Hujan
deras mengguyur kota Solo. Dia dan suaminya hendak membeli perlengkapan
melahirkan anak pertamanya. Sebuah motor dari sisi kanan tiba-tiba menyenggol
spion kanan motor yang dia tumpangi. Oleng karena licin jalan, motor
terpelanting.
Gelap!! Salamah tak ingat lagi dengan apa
yang terjadi.
Ahh!! Dimana Abdullah, suaminya? Kepada sang
dokter dia bertanya, kepada sang kawan ia bertanya, kepada semua yang datang ia
tanya.
Semua membisu. Baru, sebuah kata terucap
“suamimu baik-baik saja, diruang sebelah. Dia
istirahat.” Seorang kawan memecah keheningan dan sekaligus mententramkan
hati Salamah.
Kelegaan memenuhi ruang hati Salamah. Kini
dia siap berjuang, bayi pertamanya
akan dengan terpaksa dikeluarkan, tak ada
pilihan dipertahankan.
Bismillah. Hati Salamah mantap.
…
Untuk kedua kalinya. Salamah bermimpi.
Terseok-seok mengejar laki-laki dihadapanya. “Tunggu, aku ikut,….aku ikut”,
suara Salamah kepada laki-laki dihadapanya.
Laki-laki itu membalas dengan senyuman, dia
menggeleng dan berkata sebuah ucapan yang tak dimengerti Salamah, “Pulanglah,
tugasmu masih banyak”.
Salamah terbangun. Hanya mimpi,…hanya mimpi.
Pukul 02.45. terdengar suara kokok ayam. Dia tunaikan beberapa rakaat
dipenghujung malam, berdoa untuk kebaikan dunia akhirat. Ditutup dengan do’a
untuk putranya yang terlahir premature dan untuk kesembuhan suaminya.
…
Pagi yang cerah meliputi Rumah sakit
Kustati, Solo. Berkumpulah semua keluarga Salamah, kawan dan saudara. Dia tak
melihat suaminya, Abdullah. Ini hari yang membahagiakan, setelah seminggu
berada diruang penuh dengan obat, Salamah bisa bernafas dengan lega dia akan
pulang bersama putranya.
Seorang kawan meraih bayi merah dalam
gendongan Salamah dengan lembut.
“Salamah, maafkan kami telah menyembunyikan ini darimu. Putramu telah menjadi
yatim sebelum dia mampu menghirup udara dunia. Maafkan kami harus
menyembunyikan ini darimu, engkau ikhlas. Abdullah sudah tenang disisi Nya
dengan senyum”.
Senyum riang Salamah pudar, berganti isak
tangis tak terdengar. Seperti tahu apa
yang terjadi, bayi merah itu pun menangis
menyisakan sesak didada para kawan dan saudara.
Salamah mengangguk, ikhlas.
Dia teringat sebuah do’a yang pernah ia
dengar dari Abdullah saat dahulu membaca kisah keluarga nabi Muhammad SAW dan
sahabatnya. Doa yang pernah ia diskusikan bersama suaminya. Jika suatu ketika
dari kita meninggal dahulu, salamah ingin tak akan menikah sampai ajal
menjemput.
“aku pernah mendengar bahwa jika seorang
istri yang mendapatkan kematian suaminya, dan suaminya itu termasuk ahli surga
dan wanita itupun termasuk ahli surga, kemudian ia tak menikah lagi sepeninggal
suaminya, maka Allah akan menyatukan kembali mereka disurga.”
Namun sang suami meminta janjinya, dan
membacakan do’a ini.
”sesungguhnya kami adalah milik Allah dan
hanya kepada Nya kami kembali!
Ya, Allah berilah aku hikmah atas musibah
yang kualami dan berilah aku yang lebih baik sebagai penggantinya.
…
Posting Komentar