Menelusuri lorong ruang kampus tertua dikota
pendidikan.
Cuaca begitu cerah, angin semilir dari rimbunan pepohonan
menyapaku, sejuk.
Menambah hangat suasana hatiku di sore menjelang malam.
Nampak
disisi kiriku sedang berkumpul anak-anak muda “Mahasiswa” sedang asyik berdebat
tentang sesuatu, saya dengar
sedikit
mereka sedang membicarakan tentang agenda berrsama seorang dokter sebagai
narasumber dalam kegiatan mereka.
Ahh…membuatku
iri.
Upps,
iri???. Bolehkah.
Boleh
kata hati kecil saya, setelah kemarin mendengarkan sebuah hadist yang kurang
lebih seperti ini, kita boleh iri dengan 2 hal yaitu orang kaya yang
menggunakan hartanya di jalan Allah dan orang yang mencari ilmu serta
memanfaatkannya.
Kalau
harta, jelas sekarang saya tak punya banyak. Maka saya ingin yang kedua, iri
dengan mereka yang sedang giat-giatnya mencari ilmu.
Saya
terus berjalan menuju gedung di sebelah sana.
Eghh…..tiba-tiba
kakiku terdiam. Aku melihat di hadapanku. Mataku membaca kalimat yang sempat
membuatku tersentak menyadari sesuatu. Sampah!!!
Hampir
saja, sampah ini kubuang di sembarang tempat. Ku pungut satu per satu, sambil
mengutuki kecerobohanku untuk kesekian kali atas sampah-sampah yang terbuang
sembarangan. Jika ini ditempat lain, Australia atau Amerika, wah … bisa kena
denda berapa dolar dikali berapa rupiah untuk satu dolarnya.
Meski
kasus sampah saya ini lebih dari sampah yang kalau diuraikan dengan alat
canggih macam oven (maaf, nama latinnya kurang tahu) sepertinya sulit terurai.
Heeee
….jangan hiraukan tulisan ini. Karena hanya SAMPAH dalam otak saya yang penuh, saya yang bingung mau kubuang kemana.
Posting Komentar