### tulisan 1###
Semua mata memandangku. Layaknya aku terdakwa yang tervonis. Padahal aku sedang menghadapi sepiring nasi.
Semua mata memandangku. Layaknya aku terdakwa yang tervonis. Padahal aku sedang menghadapi sepiring nasi.
Sejenak ku hentikan tangan yang siap mengirimkan
nasi ke moncong mulutku. Nasi tinggal sesuap. Urung demi melihat mata-mata yang
mengawasiku dengan seksama.
“Maksudmu ? 2 bulan”. Sambil meletakkan piring
kosong diatas meja, Bapak masih dengan mimik setengah kaget dan setengah
tersedak meminta air pada simbok yang duduk disebelahnya.
Aku manggut-manggut, tanpa menoleh kepada Bapak,
masih asyik menjilat barokah akhir dari suapan terakhir. Menirukan kelakuan
Bapak, meletakkan piring diatas meja tanpa berniat menambah nasi kembali.
“ Ora dolanan, le. Rong wulan kuwi cepet, selak
kesusu ngapa? Masih dengan gelas ditangan, bapak mencercaku lagi.
Kini aku sibuk meremas-remas ujung kaos, berharap
menemukan alasan yang masuk akal untuk Bapak yang kolot dan alot dengan
pendirianya. Ini kali kedua aku pulang dari perantauan dipulau seberang.
Meminta orangtua menjadi wali, melamar seorang wanita, disanalah kutemukan
wanita yang kupilih menjadi jodoh yang tepat untuk hatiku. Masalah datang
justru dari pihakku. Bapak keukeh dengan pendapatnya, boleh menikah asal
menunggu 2 tahun lagi.
“Pacaran
dulu. Menurut kitab primbon Bapak, weton mu, dino apik, yang membuat rejeki
kamu nanti lancar sesudah menikah itu jatuh ditahun kedua. Sabar dhisik”. Bapak
tak memperhatikan mimik mukaku yang kuyu, sibuk dengan buku lusuh ditangannya.
Adalah bapak, lelaki
berusia 60 tahunan, hidup dengan prinsip jawa nya, kitabnya satu buku
coklat yang sekarang berada ditangannya 'primbon'. Apapun masalahnya solusinya
satu buka primbon, mulai dari yang kecil sampai yang besar. Mau membangun rumah, buka primbon. Hadap ke
utara nanti rejekinya mengalir terus. Sampai urusan membuat jamban, harus
sesuai dengan aturan primbon, "harus di luar rumah, tak boleh masuk dalam.
Tepat di hadapan pintu menjorok keluar lebih baik". Jadilah jika engkau
bertandang ke rumah sederhanaku, engkau akan dapati kamar mandi berada tepat di
depan rumahku.
Kini aku yang uring-uringan. 2 tahun! Mana tahan.
Bisa-bisa wanita idamanku di ambil orang.
Sedang dari pihak perempuan, memberi saran lebih
cepat lebih baik. Perbuatan yang baik jika dilakukan dengan segera akan baik
pula. Kata yang kusetir dari calon mertua.
2 tahun bagi bapak dan ibu, waktu yang cukup untuk
mereka mempersiapkan segala macam menjelang pernikahan. Sebagai anak mbarep,
digadang-gadang mereka menjadi pembuka rejeki.
Termasuk dalam urusan ini. Malam ini, urusan ini
masih sama, tak ada titik temu bagiku. Bagi mereka masih sama, 2 tahun lagi.
Kesedihan mendera, kupilih sendiri berteman malam, masih berharap dengan
sebaris do’a meluluhkan batu karang dihati mereka.
Bagiku sederhana. Menikah dengan sederhana.
Bukan mengada-ada jika tak ada yang harus
dipersiapkan kecuali mahar sang pengantin, toh...dia dan aku sang aktor utama
telah siap menjalani ini semua. Pun bagi mereka, urusan ini rumit, tak
sesederhana yang kupikirkan dan ku pahami selama ini. Perbaikan rumah menyambut
tamu, undangan semua famili, katering, baju seragam, hantaran, kemeriahan
acara, pekerjaan mapan, dan lain-lain yang kulupa dan tak kumengerti apa
maksudnya.
Bukankah menikah adalah menyempurnakan separuh
agama?
Bukankah pernikahan yang sederhana, tanpa memaksakan
kehendak lebih barokah adanya, ketimbang bermewah berakhir hutang. Malam
semakin larut, tak ku tahu sedari tadi simbok mengamatiku dari balik pintu.
Membuka keheningan lamunanku.
“Le, ..... “berjalan mendekat mengamati tingkah
polah anak mbarepnya.
“mbok sedih, melihat kamu sedih. Mbok, ndak pingin
anak laki-laki cengeng. Mbok, usahakan urusan ini jadi sederhana seperti pintamu.
Kamu berdo’a, mbok bisa membujuk hati bapakmu yang keras”.
Seperti yang lalu-lalu simbok selalu mampu menjadi
penengah ketegangan, pembuka masalah yang rumit, peneduh hatiku yang gundah,
senyum ngayomi. “maturnuwun, mbok” kucium berulang-ulang tangan yang telah
mengeriput dihadapanku. Do'a mu simbok. _ ......._
Posting Komentar