Gonzales

Selasa, 28 Mei 2013 0 comments


Wajahnya cakep, kulit putih, mata sipit, cina kalimantan.

Bertubuh tinggi, gendut. Dia duduk disudut sofa kantor kepala sekolah, asyik memainkan tangan, sesekali tertawa sendiri. Berdiri memperagakan seolah-olah dia aktor penembak jitu " ciu.....ciu ".  Suara kaku seperti robot keluar dari mulutnya. Dia asyik dengan dunianya sendiri. Selalu berharap tak ada atau tak perlu ada orang lain selain dirinya. Kehadiranku disana, membuat dia menjaga jarak dan menatapku untuk kesekian kali saya memanggil. Dan sekian detik.
Perkenalanku untuk yang pertama kali berlangsung 7 jam masa efektif saya bekerja, namanya "adrian gonzalles' tempat tinggal dijalan slamet riyadi, kesekolah naik taksi”. Itu tok. Setelahnya diam.

Sebagai pegawai yang baru bekerja, guru mencari info sebanyak-banyaknya dari siswa yang diampu tanpa diberitahukan dahulu jenis ketunaan anak, nama, alamat, kelebihan, kekurangan dll.

Setelah mendapatkan informasi sebanyak mungkin, saya diharuskan membuat laporan. Dan dari laporan tersebutlah ketika di cross cek pihak sekolah ternyata oh ternyata bu guru susiana telah BERHASIL dikerjain sang murid.

Info yang saya dapatkan itupun fiktif. nama palsu, alamat palsu dan taksi yang tak pernah mengantar. Perkenalan yang mengesankan.

###
Saat pelajaran dimulai,
Otot saya pakai untuk mengerahkan dia agar mau ikut pelajaran dikelas, membujuk merayu mendorong dia, agar menuju lantai 2. Bukan pekerjaan yang mudah. Tubuh saya yang kecil kalah besar dengan tubuhnya.
Matematika, Mencatat, Olahraga adalah serangkainya pelajaran yang ia benci. Mengendap-endap­, merangkak, merayap sampai mengkamuflase. Tujuannya hanya satu “KABUR”. Aktivitas yang selalu ia lakukan dengan saya, mencoba meniadakan saya dan seolah-olah saya tidak tahu tentang aktivitasnya. Jika sudah begitu kadang saya akan turuti sebentar apa maunya, “Kura-kura dalam perahu, pura-pura tak tahu”. Dia senang bukan main, meski pada ending nya dia akan menunaikan tugas menulis sampai selesai.

Olah tubuh seperti olah raga adalah hal yang tak pernah ia mau. Tak kurang ide. Saya ambil tali panjang aku ikat diujung pada perutnya dan diujung lain pada perutku, aku lari didepannya.

Aku Ngos-ngosan bersama dia juga Ngos-ngosan, keringat bercucuran didahiku seperti menarik kambing yang tak mau dikorban.


Saat ujian datang, dia selalu menyalahkan semua jawaban, berharap saya akan marah dan membiarkan dia sendirian.

Tidak!! aku tidak berharap aku kalah meski harus merelakan jam istirahat seharian untuk dia mengubah jawaban yang betul.
Puncaknya. 

Setiap dia gagal membuat saya menyerah, dia akan berlari keruang kepala sekolah dan bersimpuh memohon agar saya dipecat.
“Pak, tolong! Tolong! Pecat bu Susiana.”

Ihiks… tentu saja hatiku menangis. Anak dengan gangguan Autism dihadapanku ini tak pernah tahu kesedihan gurunya.

Hatiku juga senang, karena terbayar payah ku satu semester, dia berhasil. Hafalan jus 30 dan 29 ia kuasai.

Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. My Note's - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger