Beberapa hari lagi
saatnya murid masuk tahun ajaran baru. Persiapan kelas dengan segala atributnya
mulai ditata sebelum hari Senin tiba.
Sayapun ketiban mempersiapkan segala atributnya, bukan sebagai guru melainkan
sebagai orangtua dari dua anak, murid dan calon murid TK. Bukan main sibuknya
saya,mulai dari menjahit seragam baru Aziz yang kebesaran, menyiapkan bekal
untuk hari pertama, tak kalah penting mempersiapkan
mental. Jauh hari sudah saya doktrin kepada anak saya
yang nomor dua untuk bersemangat sekolah mencari ilmu, teman, agar menjadi anak
yang pintar dan Sholeh. Amin.
Kepada kakak, tak lupa
ku wejang agar menuntun sang adik. Hari pertama terbilang lancar, meski satu
jam saya sedikit molor menjemput hingga keduanya uring-uringan memprotesku.
Bukan disengaja saya
lakukan “molor”, namun masih dijam kerja, saya harus antri ijin dan tanda
tangan sesuai prosedur yang telah ditetapkan. Ijin 20 menit untuk menjemput dan
mengantar ke tempat penitipan yang lainnya lagi. Fiiuuuh….kuseka keringatku,
pukul 11.30, saat panas-panasnya terik matahari bersinar dikota Jogja ditambah
saya masih berkejibu dengan sang adik
yang merengek tak mau ditinggal. Bagaimanalah ini, waktu yang diberikan tinggal
5 menit. Alhamdulillah lancar, telat 10 menit datang ke tempat kerja, kubiarkan
wajahku ini menjelma bak tembok yang
tahan apapun terutama rasa malu.
Rutinitas baru. Kali
ini saya putar otak cari ide yang bisa bikin si aktif betah main di sekitar
rumah, bersepeda keliling kampung sudah 3 kali saya lakukan, lemes. Bukan 2
anak saya yang masih terlihar bugar, saya yang ngos-ngosan menyimbangi semangat
mereka. Setelah istirahat dari bersepeda, mereka saya ajak ke masjid dekat kos,
ramai. Setelah permisi. Mendaftar kepada pak Ustadz, saya diperkenankan meninggalkan
mereka.
Tentu saja, saya tak
seperti yang lainnya meninggalkan anak mereka disana
karena
mereka sudah mandiri, saya harus ikut serta sekolah bersama dua balita yang
lainnya, duduk bersila membaca do’a-do’a harian dan A Ba Ta. Beberapa pasang
mata memperhatikan tingkah saya diantara kerumunan anak-anak. Lagi-lagi saya
pasang tampang tembok…
Malamnya, saya sudah
KO…bukan tidur dengan ketenangan, Aziz membangunkan saya dengan rengekan “Umi
gak boleh merem”, hekk. Dengan kuyu kukumpulkan
nyawaku satu persatu, dalam sandaran tembok kamar aku memperhatikan mereka
bermain yang diselingi tangis lalu tawa lalu teriakan lalu rebutan mainan, lalu…lalu…,
lalu terlalu banyak lalunya aku tak ingat lagi …lalu gelap.
Z……..Z……..Zzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzzz
“Umiii!!!....minta
tolong dibuatkan susu”. Kontan kubuka mataku seperti ada aliran listrik ribuan
watt yang tiba-tiba menyentak tubuhku, aku sudah terduduk kembali, rasa
kantukku seketika lenyap. Dengan sebotol susu untuk masing-masing mereka, tak
butuh waktu 5 menit dan tak butuh dongeng pengantar tidur mereka telah terlelap
dalam tidur menyisakanku sekarang yang masih dalam keadaan segar dengan kantuk
yang tak lagi mampir. Mengamati satu persatu
anak-anakku.
Diujung malam yang masih tersisa. Hanya do’a
dan do’a yang selalu ku usahakan ku panjatkan untuk mereka yang ku cinta.
Do’a seorang ibu yang
masih harus belajar menjadi ibu yang baik.
Ramadhan_Jogja. 00.57 WIB
Posting Komentar