Pukul 00.58 WIB
Malam semakin larut, semakin larut juga diriku dengan tut-tut keybord, bermain-main dengan 26 huruf.
Ditemani sebuah radio kecil, mendendangkan alunan merdu lagu-lagu melo. Meski sebenarnya saya suka lagu jazz, atau lebih ke lagu yang menghentak-hentak bersemangat.
Radio.
Kalo tak salah 68 tahun, usianya kini (peringatan hari radio nasional_11 September_semoga tak salah ingat).
Mendengarkan radio! Jaman sekarang. Betul. Saya masih eksis dengan radio, mulai dari sejak masih ada serial Brama Kumbara, nenek lampir hingga serial laga ala Radio itu bubar, saya masih tetap setia menemani Radio. Kayaknya ada yang salah dengan bahasa saya.
Salah ya, terbalik. Radio yang menemani saya.
Yang bisa kita nikmati dari radio adalah suara. Berbeda dengan Teve maupun media elektronik lainnya. Mendengarkan radio tanpa efek visual sangat menguntungkan, yakni dapat memperkaya daya imajinasi kita terhadap cerita yang berlangsung.
Waktu saya SMP ketika liburan, saya senang pergi ke kota Kabupaten tempat Radio bersiar. Saya berkunjung bersama seorang teman yang juga pengagum radio. Selain melihat penyiar berkoar-koar ria dengan suara mereka yang merdu, kami juga ikut berpartisipasi menjadi (attention_kalo salah tolong dikoreksi nih tulisannya_peminta, request). Saya menjadi pengirim setia puisi, cerita remaja dan peminta lagu.
Begitu bahagianya hati, ketika cerita ataupun puisi ku dibacakan oleh sang penyiar, dengan mengikutkan nama kita dan nama yang kita tuju cerita tersebut.
"Dari ....teruntuk ...cerita ini ..."
Besok paginya, Grrrrr...teman-teman penuh cerita.
Hahaha...ternyata! saya bakat juga bernarsis pingin terkenal.
Posting Komentar