Tak bahas tentang buku, ganti topik ya. Kini, ganti tanam menanam.
Tempat kuliahku jauh dari hal tanam menanam tanaman, kecuali jika dipaksa saya akan beri jawab, "iya, tanam menanam ilmu", maksa banget khan.
Awal berkeluarga hal yang ku lakukan untuk menghias rumah mungilku adalah bercocok tanam. "What ?" gak salah tuh.
Heee, jangan protes kawan, betul tuh yang dikatakan pujangga-pujangga sastra kalo cinta itu bisa membuat orang keras lembut hatinya, yang tadinya nyentuh bunga aja alergi menadadak suka bunga, termasuk bunga bank ( eh salah ya!).
Setiap hari yang kulakukan di belakang rumah adalah membawa cangkul kecil, ember dan jugil (apa ini kalo di bahasakan sesuai EYD).
Yang jelas tuh, disana ku gali-gali tuh tanah setiap hari, agar gembur pikirku. Hari pertama, berember-ember material batu kecil kudapatkan, maklum ya ni tanah bekas urug an bangunan. Batu itu ku manfaatkan menghias tanaman didepan rumah. Cantik.
Setelah saya rasa gembur, mulai kutanami.
Aneka biji-bijian yang ku beli di pasar, mulai dari biji lombok, terong, kacang panjang, tomat, hingga bayam dan kangkung, lengkap pokoknya.
Waktu itu aktivitasku hanya ngutak-ngutik pekarangan yang tak lebar dibelakang kontrakan, saya ibu rumah tangga tulen yang sedang menunggu kedatangan momongan.
Yang akhirnya jadi wanita karier karena yang ditunggu tak nongol-nongol.
Senang lho, meski tumbuhnya tak seelok tanaman hasil tanam pak tani.
Oh ya jadi ingat, cita-cita ku waktu kecilkan memang menjadi seorang guru, yang kedua ingin menjadi seorang petani.
Meski cita-cita yang kedua ini ketika ku utarakan kepada teman-teman waktu SMU, menjadi bahan cemooh.
"Hahaha....jadi tani kok cita-cita" begitu cemooh mereka.
Ihhh...apa yang salah. Mulia banget tuh menjadi petani.
Memakan hasil jerih payah kita itu nikmat, luar biasa nikmat.
Ketika panen ( halaaah, lebay dikit ya), bukan saja kami yang memakan, tetangga kontrakan bisa kebagian juga lho, diantaranya tomat yang lebat buahnya.
Ahh...ngomong soal tanaman, jadi kangen.
#catatan harian Umi#
Posting Komentar